Jangan Takut Untuk Memulai Belajar Berbicara

Bukannya setiap orang memang bisa berbicara, An? Pastinya. Tetapi pada ruang dan waktu yang terdefinisikan. Sehingga menjadikan sebagian golongan (mungkin) tidak dapat melewati apa yang dirasa domain kepunyaan.  Bagi seorang introvert, berbicara bisa jadi merupakan sesuatu hal yang mungkin bisa terbilang tabu pada situasi dan kondisi tertentu. Dan saya rasa ini pun menjadi masalah umum yang bukan hanya dialami oleh introvert saja, agar tidak ada pendoktrinan sepihak terhadap kaum tertentu.

Seandainya kita tarik garis kesimpulan, akan ada banyak hal penyebab terbesar seseorang bisa dikatakan tidak banyak berbicara. Bisa jadi karena memang  seseorang itu lebih menikmati ketidak-bicaraannya, malu, atau mungkin takut dan hal tak terduga lainnya. Apa yang saya bahas kali ini menyangkut ketiga hal tersebut, terutama tentang ketakutan dan rasa malu bagi sebagian orang yang sejatinya ingin berusaha mengubah hal tersebut.

Kenapa kita harus berbicara?

Saya yakin bahwa sebagian dan termasuk saya sendiri selalu menanyakan hal ini. Jadi, kalau memang ingin mencoba untuk merubah, hal ini sangat-sangat menjadi pertimbangan sebelum akhirnya memutuskan. Tapi pada situasi tertentu, hal ini sudah tidak akan berlaku untuk ditanyakan. Percaya deh.

Apa yang saya tawarkan mungkin tidak sesuai dengan apa yang terpikirkan oleh orang lain dan itu sebuah kebebasan dalam meyakini. Jadi, seandainya tidak sesuai, maka tinggalkan atau umpatlah saya bila terkesan menggurui. Dan perlu diingat bahwa saya tidak ingin menyamaratakan rasa dan kondisi saya dengan kamu. Kamu lebih tahu bagaimana yang dirasakan.

Terus mesti gimana?

Nggak ada jawaban sebagus “coba” atau “just face it“. Nggak bermaksud menggampangkan sesuatu, hanya saja menurut saya itu solusi ter-ampuh(untuk saya). Saya sendiri menggunakan teknik flooding[2] yang ada dalam psikologi.

If you jumped out of a plane, would you overcome your fear of heights?

Dari hasil survey yang saya lakukan terhadap sekumpulan orang dalam grup introvert, hampir didominisasi dengan jawaban bahwa terpaksa atau tidak terpaksa akan melaluinya. Tapi tidak sedikit juga menolak untuk melakukan, padahal ini hanya sebuah perumpaan dan pada akhirnya saya mendapatkan banyak jawaban yang benar-benar tidak terduga sampai dengan pengalaman seseorang melakukan skydiving.

Mungkin, bagi sebagian orang hal yang dilakukan tidak akan berimbas dan beranggapan bahwa takut tetaplah takut. Hanya saja setidaknya bila kita sudah melaluinya, kita akan merasa lega dan sedikit terbebas dari rasa keterbatasan yang kita miliki. Iya, kan?

Karena, ketakutan merupakan sebuah belenggu untuk kita melebarkan zona nyaman. Saya teringat sebuah ungkapan

If you give a horse an electric shock every time he puts his right forefoot on the floor, he will learn very quickly to keep that foot off the floor. If you then stop giving the shock, he will continue to keep that foot lifted off the floor. Why? Because he has no way of knowing that the floor is no longer electrified unless he is forced to put his foot down again. In the same way, a person who has developed a phobia of a particular thing or situation will go to extreme lengths to avoid that situation. As long as they avoid exposure to the thing that they fear, they have no way of knowing that it can’t hurt them

Jadi teringat diakhir tahun 2016 saya mempunyai beberapa plan untuk awal 2017, salah satunya merubah kebiasaan buruk dan juga menantang diri untuk melakukan hal-hal yang dirasa menarik(dan beberapa hal yang tidak mungkin dilakukan saat itu).

Contohnya memulai untuk tidak anti-sosial(lebih tepatnya selektif), iya saya memang selektif. Rasa-rasanya introvert memang dominan selektif dalam pergaulan, jadi hal itu bisa dikatakan hal yang lumrah untuk melakukan pembenaran.

Setelah mengetahui alasan terkuat untuk melakukan sesuatu dengan segala pertimbangan, besar kemungkinan hal tersebut bisa kita lakukan. Saya memulainya dengan hal-hal kecil yang konsisten, seperti menyapa rekan kerja ketika pagi, obrolan ringan ketika jam makan siang, dan lain hal. Saya merasakan efek yang luar biasa, berbeda dengan apa yang saya rasakan di kantor tempat saya sebelumnya. Sekalipun memang terlalu bising, tapi tak apalah.

Sayapun menenggelamkan diri ke komunitas, berbaur, iya berbaur. Karena ini komunitas IT terbuka yang memperbolehkan setiap membernya untuk unjuk gigi pada tiap pertemuan, saya selalu antusias untuk menawarkan diri agar bisa menjadi pembicara. Untuk apa? Nggak lain hanya untuk mendapatkan kesempatan dan memenuhi rasa penasaran sekaligus melatih mental untuk berbicara di depan umum. Setiap ada kesempatan, bagaimanapun, selalu saya coba untuk menawarkan diri. Seriously, kesempatan itu mahal harganya.

If somebody offers you an amazing opportunity but you are not sure you can do it, say yes – then learn how to do it later!

–Richard Branson

Jadi, bagaimana?

Saya memang masih sangat baru dalam memulai, tapi setidaknya saya sudah membuat sebuah langkah. Saya memberanikan diri untuk membuat sebuah keputusan dan saya yakin kamupun begitu. Bagi saya, introversi dan lain hal bukanlah sebuah alasan pembenaran agar kita tetap pada zona nyaman. Karena kitapun harus melebarkan zona nyaman. Selalu ingat bahwa

“The world is one step outside of your fear”

“You never change your life until you step out of your comfort zone; change begins at the end of your comfort zone.”
― Roy T. Bennett

Akhir kata, semoga saya tetap diberikan kesempatan untuk terus belajar dan melewati batas-batas yang saya miliki. Dan semoga kamupun begitu. Terus semangat, jangan pernah menyerah untuk mencoba. Bye bye fears~

Referensi:

  1. https://introvertdear.com/what-is-an-introvert-definition/
  2. https://www.psychologistworld.com/behavior/flooding
Share this awesome article to the world, so everyone knows it :)

LinkedIn
Reddit
WhatsApp
Hacker News
Telegram